Virtual Novel - My BAKA Girlfriend
14 July 2013, 9.00 AM
“pagi-pagi sekali datangnya..” ujar Ryu.
“kalau siang ramai..” jawab Hanako.
“ah, yasudah sebentar..” Ryu masuk kedalam rumahnya.
Hari ini hari minggu, seperti yang dibicarakan Ryu kemarin, kami berdua menemani Hanako belanja keperluan sekolahnya. Aku dan Hanako menunggu di teras rumah Ryu. Kami akan berangkat naik bus.
“maaf lama..” kata Ryu.
“ayo cepat, nanti terlambat..” ajakku.
Kami bertiga berjalan ke pemberhentian bus terdekat.
Sampai di pusat perbelanjaan, Hanako menggandeng lenganku dan memimpin jalan. Ryu berjalan di belakang kami dengan gontai.
“Rinku, sepatu yang ini bagus tidak..?” tanya Hanako sembari memperlihatkan model sepatu sekolah berwarna ungu.
“memangnya boleh pakai warna ungu?” tanyaku.
“boleh saja..”
“hmm, bagus juga sih warna nya” ujarku.
“ iya ya, kalau begitu aku ambil yang ini saja..”
Aku melihat Ryu bersandar di jalur masuk toko sambil memandang keluar.
“ayo kita cari baju untuk kegiatan ospek besok” ajak Hanako sambil menggandeng lenganku.
“Ryu tolong bawa ya..” kata nya sembari menyerahkan kantong plastik berisi kotak sepatu yang baru dibelinya.
“ya...” Ryu dengan malas mengambilnya.
Di toko baju pun tidak jauh berbeda. Rinku lebih memperhatikanku daripada Ryu. Padahal ia sudah mengusahakan ikut menemani Hanako belanja untuk menjaga nya.
Tapi aku tidak melihat ekspresi kekesalan di wajah Ryu. Wajahnya datar tanpa ekspresi, dengan kantong plastik belanjaan Hanako di tentengnya.
“aah, capek...” ujar Hanako.
“ya, lumayan..” sahutku.
“kamu mau makan apa Ryu?” tanya Hanako.
“jus alpukat saja..” jawabnya.
“yasudah.. kalau Rinku..?”
“aku salad saja..”
“sedang diet?” tanya Hanako.
“tidak, aku sedang ingin makan salad saja..” jawabku.
Kami mampir ke sebuah Lunch Cafe untuk makan siang. Hanako terlihat puas dengan belanjaannya, sementara Ryu masih tetap datar tanpa ekspresi.
Perasaan itu mulai menghampiriku lagi. Perasaan berada diantara dua badai yang mengamuk. Antara Hanako dan Ryu yang saling bertentangan pendapat.
Usai makan siang, aku dan Hanako berkumpul di rumah Ryu. Hanako sibuk melihat-lihat barang belanjaanya. Sementara Ryu hanya memperhatikan Hanako masih tanpa ekspresi.
Aku yang tidak nyaman dengan kondisi ini memberanikan diri bertanya pada Hanako.
“Ryu kenapa..?” bisikku.
“hah? Memangnya dia kenapa?” tanya Hanako sembari menoleh ke arah Ryu.
“sejak tadi berangkat dia diam saja..” jawabku.
“Ryu, kamu kenapa?” tanya Hanako begitu saja.
“tidak apa-apa” jawab Ryu dengan ketus.
“kamu marah?” tanya Hanako lagi.
“entah” jawabnya dengan intonasi yang tidak berubah.
“aku trauma menamani Hanako belanja..” terbayang kembali di pikiranku kata-kata Ryu di sekolah kemarin.
“tuh kan, betul Ryu marah..” gumamku.
Aku menarik lengan Hanako menjauh ke teras rumah Ryu.
“aku yakin ini salahmu..” bisikku.
“memangnya aku salah apa?” tanya Hanako.
“masa kamu tidak sadar? Sejak tadi berangkat belanja Ryu sudah terlihat kesal” jelasku.
“apa iya..?”
“ ya ampun.... Hana, Ryu itu pacarmu, masa kamu tidak memperhatikannya.. dia sudah menyempatkan diri menemani kamu belanja, tapi kamu bahkan tidak menengok kearahnya..” tegur ku.
“maaf, aku tidak pernah memperhatikan yang lain kalau sedang belanja..” kata nya.
“harusnya kamu minta maaf sama Ryu..” ujarku.
“tidak perlu” sahut Ryu yang tiba-tiba sudah berada dibelakang kami.
“R, Ryu..” ucapku kaget.
“Ryu, maaf...” Hanako langsung meminta maaf.
“Rinku, kemarin aku sudah bilang, kalau aku trauma menemani Hanako belanja” ujar Ryu.
“i, iya..” jawabku.
“karena itu aku tidak perlu maafmu” kata Ryu dengan mata nya menatap tajam Hanako.
“ta, tapi......” Hanako berusaha menjawab.
“sudah, lagipula aku tidak apa-apa..” potong Ryu.
“jam berapa kalian mau pulang? Biar Lierre yang mengantar kalian” lanjutnya.
Aku dan Hanako hanya bisa terdiam tak menjawab.
Pukul 4 sore, aku dan Hanako diantar oleh Lierre.
Bahkan sepanjang jalan, pikiranku tetap penuh dengan kata-kata Ryu.
“aku trauma menemani Rinku belanja..”
Kata-kata Ryu terus bergema di pikiranku.
“alasan Ryu memaksakan diri ikut menemani Hanako belanja..” gumamku.
“Hanako itu seperti binatang di kebun binatang.. jika dibiarkan lepas sendiri, akan menjadi liar..” aku teringat kata-kata Ryu waktu di sekolah.
“ah, aku mengerti..!” ujarku dalam hati.
“tapi dia juga seperti permata yang diincar banyak pencuri..” aku mengingat lanjutan kata-kata Ryu.
“alasan Ryu ikut menemani Hanako.......”
“karena ia ingin melindunginya..”
“siapa yang tau apa yang bisa terjadi dengan kami berdua jika Ryu tidak menemani kami...”
“Ryu tidak berterus terang... dia mencoba menahannya sendiri...”
“tapi ia bukan pembohong yang baik..”
Pada akhirnya kutemukan makna kata-kata yang Ryu sampaikan kemarin. Hatiku agak lega karena telah berhasil mengerti maksud kata-kata nya.
“Rinku, kamu kenapa diam saja..?” pertanyaan Hanako menyadarkanku.
“ah, tidak apa-apa..” jawabku.
“nona Rinku, kita sudah sampai” ujar Lierre sembari membuka kan pintu untukku.
“terima kasih...” jawabku.
“Hana, sampai ketemu lagi” ucapku.
“iya..” jawabnya.
Aku turun dari mobil, Lierre menutup pintu dan kembali ke tempat duduk supir.
Kulihat mobil sedan itu menjauh ke arah rumah Hanako. Begitu menghilang dari pandanganku, aku masuk ke kamarku, dan berbaring di tempat tidur. Kembali menatap langit-langit tanpa arti.
===