24 June 2013, 4.20 PM
“Sacchi, namamu tidak terdaftar??” kata Rinku.
“masa sih?” tanyaku.
Kami bertiga baru menyelesaikan pendaftaran di SMA 4. Sebelum pulang, kami mengecek hasil seleksi pendaftaran.
“oh iya....” wajah Sacchi terlihat sungguh kecewa.
“mana sini lihat!!” aku masih tidak percaya.
Aku mengambil laptop milik Rinku yang kami gunakan untuk memantau perkembangan seleksi di SMA 4.
“SIAL!!!!” bentakku ketika tidak melihat nama Sacchi di daftar seleksi.
“hiks..” Sacchi menitikkan air mata.
“bagaimana..?” tanya Rinku.
“fuuh...”
Aku menghela nafas dengan kesal. Buru-buru aku kembalikan laptop Rinku sebelum aku membantingnya karna kesal.
“ma, maaf..” ucap Sacchi dengan pelan.
“tok, tok, tok..”
24 June 2013 7.19 PM
Suara ketukan di pintu kamarku menyadarkanku dari lamunanku.
“siapa..?” tanyaku.
“Rinku dan Sacchi menunggu di depan tuan..” kata Lierre, pelayan pribadiku.
Dirumah megah ini aku hanya tinggal berdua dengan Lierre, beberapa pelayan di dapur tidak tinggal di sini, mereka datang, memasak, dan pulang malam harinya.
“sebentar..” jawabku.
Aku berdiri dan berjalan ke teras rumah dengan malas, setengah pusing, dan patah semangat.
Sacchi da Rinku sudah duduk di kursi teras rumahku.
“apa..?” tanyaku.
“kamu masih marah?” tanya Rinku.
“tidak tahu..” jawabku dengan ketus.
“maaf...” ucap Sacchi pelan.
“hm..”
“nanti kita usahakan supaya Sacchi bisa masuk ke SMA 4..” kata Rinku.
“tidak perlu..” jawabku.
“tapi aku kan ingin satu sekolah denganmu..!!” balas Sacchi.
“YA, TAPI KAMU TAU, KEBODOHANMU ITU YANG MEMBUAT BEGINI!!!!!” bentakku.
“aku minta maaf!! Aku memang bodoh! Karna itu aku disekolahkan!!” balasnya.
“tidak ada yang bersekolah 9 tahun serajin dan sebodoh kamu!!!” tambahku.
“SUDAH JANGAN BERTENGKAR TERUS!!” teriak Rinku.
“dia yang mulai duluan!!”
Kata Sacchi sambil menunjukku. Matanya berkaca-kaca.
“hmph..”
Aku mendengus kesal sambil membuang pendanganku dari Sacchi.
“sudah, besok hari terakhir pendaftaran, kita usahakan dulu..” ujar Rinku.
“ya, silakhan..” balasku.
Sacchi dan Rinku pamit dan kembali pulang. Dalam hati, aku masih berharap agar usaha yang dilakukan mereka tidak berbuah sia-sia.
25 June 2013, noon
“gimana?” tanyaku.
Siang itu kami berkumpul lagi, tentu saja di rumahku.
“hmmph..” Rinku menggeleng.
“sudah kuduga..” ujarku.
Aku melirik Sacchi, ia menunduk, ekspresi mukanya menggambarkan kekecewaan, kesedihan, dan semacamnya.
“pulang sana..” kata ku.
“ha..?” Sacchi keheranan.
“aku tidak butuh kamu lagi... dan kamu berhutang 3 tahun....” jawabku.
“e, eh..?”
“masih kurang jelas...? PERGI SANA!!!!” bentakku.
“maaf Ryu....” ucap Sacchi pelan.
“Ryu, sudahlah, lagipula masih ada aku, kita bisa sama-sama menunggu Sacchi pindah ke SMA HIRUGAKI...” Rinku berusaha melerai.
“aku sudah tidak peduli dengan makhluk sialan ini...” balasku dengan ketus.
“Ryu maafkan aku... hiks..” Sacchi berlutut dan memeluk kaki ku.
“apa-apaan??”
“Sacchi!!” teriak Rinku.
“maafkan aku Ryu...” Sacchi tetap menangis sambil memeluk kaki ku.
“sudah Sacchi!!!!” Rinku makin histeris.
“hmph...”
Pikiranku kacau. Waktu tidak berhenti, tapi kepala ku sakit. Jantungku mulai terasa nyeri di setiap denyutnya.
Hal yang biasa terjadi setiap kali perasaan ku tidak baik. Aku teringat kembali kejadian-kejadian ku bersama Sacchi yang membuat denyutan jantungku jadi menyakitkan.
21 April 2013
To : Sacchi
Kalau sudah hampir sampai beritahu, nanti aku menyusul.
Pesan ku untuk Sacchi. Kami pergi berkencan hari itu, tapi karna kesibukkanku, aku tidak bisa menjemput Sacchi dirumahnya, sehingga dia harus naik bus. Rumah kami memang berjarak cukup jauh.
Sudah setengah jam, tapi Sacchi belum juga mengirim pesan. Padahal kalau diperhitungkan dari waktu ku kirim pesan tadi, 20 menit saja sudah sampai. Persaan khawatir mulai menjangkiti ku, keringat dingin. Detak jantungku normal, tapi terasa terdengar keras, dan mulai terasa nyeri dan sakit setiap ia berdetak. Aku berhenti sejenak dari komputer ku.
“kenapa..?” batinku.
Makin lama makin terasa nyeri yang membakar nafasku setiap denyutan.
Aku beranjak dari komputer. Mengambil uang, mengambil kunci motor, dan langsung bergegas ke halte bus tempat Sacchi menunggu.
“tuan Ryu, apa tidak sebaiknya saya antar saja..?” tanya Lierre saat melihatku menghidupkan motor.
“tidak, terima kasih..” jawabku yang dibarengi bergeraknya motor.
Aku berusaha secepat mungkin ke halte bus itu, sambil berharap tidak ada apa-apa yang terjadi pada Sacchi.
Begitu aku sampai di halte bus, disana sepi sekali, tidak ada orang. Tidak seperti biasanya, seharusnya disini ramai oleh orang-orang yang ingin naik bus, ataupun berjualan.
“tolong..!!!”
Aku mendengar teriakkan. Suaranya tidak asing bagiku.
“Sacchi!!” teriakku membalas.
Aku berlari kearah sumber teriakan yang berkemungkinan besar tempat Sacchi berada, dan dia dalam bahaya.
“Ryuu..!!”
Sacchi berlari kearahku sambil menangis, lengan baju sebalah kanannya sedikit robek. Ia memelukku sambil menangis.
“yaah, ada pacarnya...” seru seseorang dari kejauhan.
Aku melirik kearah sumber suara. Tiga orang berandalan, pakaian mereka berantakan, salah satunya memegang pisau, sepertinya ia yang merobek baju Sacchi.
“yasudah kita cari yang lain saja..” ujar salah satu temannya.
Mereka berjalan menjauh.
“hoi bajingan!! Jangan lari!!” teriakku.
Tapi mereka tidak menganggapnya. Mereka malah makin menjauh.
“sialan...”
“Ryuu..” Sacchi menangis sambil terus memelukku.
“maaf aku terlambat..” ucapku sambil balas memeluk Sacchi.
“hiks...”
“aku antar pulang saja ya..?” tanyaku.
“ihik..” Sacchi mengangguk pelan, masih menangis.
“RYU!!!!!”
“ah,” aku tersadar dari khayalanku.
“maaf Ryu...” Sacchi masih memeluk kaki ku.
“ya....” jawabku.
Sacchi menengok kearahku. Matanya berkaca-kaca, di pipinya masih ada garis air mata.
“benarkan??” tanya Sacchi.
“hmph, ya..” jaawbku.
“terima kasih Ryu!”
Sacchi tersenyum dan memelukku.
“tidak...” ucapku sembari menahan tangan Sacchi.
“ke, kenapa?” tanya nya.
“terima kasihmu.......”
Aku tidak melanjutkan kata-kata ku.
“cup” aku mencium Sacchi.
Rinku kaget melihatnya. Sementara Sacchi hanya terpaku tanpa mengatakan apa-apa.