Sunday, August 31, 2014

Killing God

Virtual Novel - Killing God

Killing God BAB 1 : Rise and Shine

“hmph, dia terlambat” Anggie berdiri di gerbang SMA International Globe sendirian, sudah tidak ada lagi murid yang menunggu dijemput.
Secara tiba-tiba, angin bertiup kencang dan sedikit menerbangkan rok pendek bawaan seragam almamater Anggie. Dengan sigap, Anggie menahan roknya agar tidak tertiup angin.
“sendirian saja Anggie?” tanya seseorang dari belakang Anggie.
“eh, iya pak,” Anggie menolah ke belakangnya, pak Bobby berdiri di depan gerbang sekolah.
“belum dijemput?” tanya nya lagi.
“iya, Felix yang mau menjemput” jawab Anggie.
“yasudah kalau begitu saya temani sampai dijemput” pak Bobby menghampiri Anggie.
“ah, tidak usah repot-repot pak, bapak sendiri tidak pulang?” tanya Anggie.
“bapak kan guru piket, harus memastikan dulu semua murid sudah pulang”
“ooh, iya pak”
Pak Bobby menghampiri Anggie. Ia berdiri di sampingnya.
“sudah berapa lama kamu menunggu di sini?” tanya pak Bobby.
“ya dari tadi bel pulang pak” jawab Anggie.
“ya ampun, kasihan..” pak Bobby merangkul Anggie dan mengelus-elus pundaknya.
“hehehe..” Anggie tertawa kecil.
“bagaimana kalau bapak antar pulang saja?”
“eh? Tidak usah pak, paling sebentar lagi Felix juga sampai” Anggie menolak.
“sudah, sms saja dia tidak usah ke sini, kamu sudah diantar pak Bobby” ujar pak Bobby sembari menggandeng tangan kanan Anggie.
“tapi pak..”
“sudah, daripada kamu sampai sore menunggu di sini” 
“benar juga sih kata pak Bobby” pikir Anggie.
“yasudah deh pak, saya sms Felix dulu” kata Anggie sambil mengambil handphone dengan tangan kirinya.
“ya” ucap pak Bobby.
Sesaat setelah Anggie mengambil handphonenya, motor Felix memasuki area gerbang sekolah.
“Felix!” seru Anggie.
Felix mematikan motornya, dan melepas helmnya. Ia turun dan menghampiri Anggie yang tangan kanannya masih digenggam pak Bobby.
“saya sudah tau kalau ada guru cabul yang dari kemarin sudah pegang-pegang pacar saya.” ujar Felix.
“hah? Cabul? Nggak kok, pak Bobby cuma mau mengantar aku pulang, karena kamu terlambat datang” bantah Anggie.
“kamu tidak usah ikut campur! Ini urusan aku dengan guru cabul sialan ini!” bentak Felix.
Felix menarik tangan kiri Anggie hingga genggaman pak Bobby pada tangan kanannya terlepas, dan Anggie menabrak dada Felix.
“Felix, kamu jangan bicara yang tidak-tidak, nanti bisa kena hukuman!” ancam pak Bobby.
“saya bicara yang iya-iya, dan fakta!” Felix melepaskan Anggie dan berjalan mendekat ke pak Bobby.
“Felix..” ucap Anggie dengan mata yang berkaca-kaca, ia tidak pernah melihat Felix semarah itu.
“dengar guru sialan! Sekali lagi saya lihat kamu menyentuh satu helai benang pakaiannya sekalipun, bukan hanya karirmu, nyawamu akan habis!” ujar Felix sambil menunjuk ke pak Bobby.
“apa-apaan kamu mengancam seperti itu?! Saya berikan kamu toleransi untuk minta maaf sekarang! Atau kepala sekolah akan mengetahui hal ini besok” balas pak Bobby.
“12 milyar tahun pun tidak akan saya minta maaf” kata Felix.
“kamu macam-macam ya! Ternyata seperti ini sifat aslimu!”
“ya, memang seperti ini” Felix berbalik dan melangkah menuju motornya.
“Felix.. ayo pulang..” ucap Anggie dengan wajah yang berlinang air mata.
Felix menggandeng Anggie sampai ke motornya. Felix menyalakan motornya. Begitu Anggie naik dibelakangnya, mereka langsung pergi meninggalkan sekolah dan pak Bobby yang masih berdiri memperhatikan mereka di gerbang sekolah.
“dasar murid sial!!” ucapnya dalam hati.
Felix mengendarai motor dengan kecepatan mencapai 110 km/h. Amarah yang begitu besar dapat dirasakan Anggie yang memeluknya erat dari belakang.
“Felix…” ucap Anggie, suaranya begitu lemah, air mata masih mengalir tertiup angin di pipinya.
“apa?” tanya Felix tanpa mengalihkan perhatiannya ke jalan.
“jangan marah…” jawab Anggie.
Felix tidak menjawab. 
Berjarak beberapa ratus meter dari rumah Anggie, Felix memperlambat laju motornya. Anggie sedikit melonggarkan pelukannya ke Felix. Tangan kirinya mengusap air mata di wajahnya.
“sampai” ucap Felix saat sepeda motornya berhenti tepat di depan rumah Anggie.
“iya, kamu tidak mau mampir dulu?” tanya Anggie sembari turun dari motor.
Felix melihat jam tangannya. Menunjukkan pukul 3.30 sore.
“tidak, mungkin lain kali” Felix menolak tawaran Anggie.
“baiklah kalau begitu” ucap Anggie.
“ini nasi goreng untukmu” Felix menyerahkan kantong plastik yang digantungnya di motor.
“tidak usah, terima kasih” tolak Anggie.
“aku sudah belikan, sebaiknya kamu terima, daripada aku buang ke tempat sampah nantinya” ujar Felix.
“eh, jangan, kamu makan saja” cegah Anggie.
“aku belikan ini untuk kamu, aku juga berjanji akan makan masakan mama setelah ini”
“yasudah, aku ambil, terima kasih ya” Anggie mennerima kantong plastik berisi sebungkus nasi goreng itu.
“ya, aku pulang” Felix menurunkan kaca helmnya.
“iya, hati-hati”
Felix memutar motornya, dan segera melesat meninggalkan Anggie. Ia melaju dengan kecepatan yang sama dengan sebelumnya, bahkan lebih cepat.
Anggie memperhatikan Felix yang dengan cepat menghilang dari pandangan. Matanya masih berkaca-kaca mengingat apa yang baru saja terjadi. Anggie masuk ke dalam rumahnya dengan wajah murung.
“hey, kenapa murung begitu?” tanya om Alex yang membuka pintu rumah ketika Anggie hendak mengetuk.
“eh, nggak om, nggak apa-apa” jawab Anggie.
“ah, yang benar?” 
“iya om, benar” Anggie menegaskan
“yasudah kalau begitu, sana ganti baju, lalu makan” ujar om Alex.
“iya om..” Anggie masuk ke dalam rumah, sementara om Alex pergi ke luar dan menutup pintu.
Anggie berjalan menuju kamarnya. Ia berpapasan dengan Nadia di ruang keluarga.
“kenapa wajahmu murung begitu?” tanya Nadia yang tengah menonton televisi sambil menikmati es krim.
“nggak apa-apa mba” jawab Anggie sambil memasuki kamarnya dan menutup pintu.
“ckckck, anak ini sepertinya menyembunyikan sesuatu” gumam Nadia.
Di kamarnya, Anggie meletakkan tasnya di bawah tempat tidur, sementara ia membanting tubuhnya ke kasur yang empuk.
Anggie mengambil handphone dari saku kemeja seragam almamaternya. Ia mengetikkan sebuah pesan.
“kamu masih marah? Aku benar-benar takut melihat kamu seperti itu, aku mohon jangan bertindak seperti itu lagi” selesai mengetik, Anggie mengirimkan pesan itu ke Felix.
Anggie meletakkan handphonenya di kasur setelah melihat tanda pesan terkirim. Ia menatap langit-langit kamarnya sejenak. Lamunannya terpecah ketika suara ketukkan terdengar di pintu kamarnya.
Anggie membuka pintu kamarnya. Nadia berdiri di depan pintu kamarnya memegang es krim yang tadi dinikmatinya sambil menonton televisi.
“kenapa mba?” tanya Anggie.
“aku boleh masuk?” tanya Nadia.
“iya, masuk saja” Anggie mempersilakhan Nadia masuk ke kamarnya.
“ckckck, kamarmu berantakan sekali” ucap Nadia ketika memasuki kamar Anggie.
“hehe.. aku sedang malas bersih-bersih” Anggie menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“boneka itu dari pacarmu ya?” Nadia menunjuk ke boneka beruang besar yang diletakkan di lemari.
“iya, kemarin waktu aku ulang tahun, Felix datang kemari” jawab Anggie.
“bagus juga pilihannya”
Nadia memasukkan sisa es krim ke mulutnya. Ia membuka lemari kaca itu, mengambil boneka beruang besar yang kemudian di gendongnya.
“bagus nih, aku juga mau” ucap Nadia dengan stik es krim masih di mulutnya.
“jangan mba, itu kan hadiah Felix”
“hehe, nggak Cuma bercanda”



Sunday, August 17, 2014

The Ga Jadi

Virtual Comedy - The Ga Jadi

The Ga Jadi : Dirgahayu Republik Indonesia



Indonesia, tanah airku
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku

Indonesia, kebangsaanku
Bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru
"Indonesia bersatu!"

Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
Bangsaku, rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya, merdeka, merdeka!
Tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka, merdeka!
Hiduplah Indonesia Raya!
 
Indonesia Raya, merdeka, merdeka!
Tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka, merdeka!
Hiduplah Indonesia Raya!

“TEGAAAK GERAK!” terdengar suara lantang sang pemimpin upacara pasca pengibaran sang saka merah-putih diiringi sang lagu kebangsaan.
“Hah, gila. Pegel tangan gue.” Seorang pemuda dari baris paling belakang menyerukan keluhannya dalam volume yang kecil –cukup pintar untuk mengetahui bahwa sedang berlangsung upacara sakral di depannya.
“Tau nih. Segala masuk lagi. Padahal ini kan hari minggu.” Ucap teman sang pemuda di sebelah dengan gerutuan yang sangat kentara.
“Iya ya. Kenapa gak besok aja sih! Adek gue aja besok.” Gak woles, itu kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana sang pemuda ketiga menyuarakan pendapatnya.
“Dirga, Jaya, Dika. Jangan ngobrol.” Tegur salah satu guru yang kebetulan melintas di belakang mereka.
“Yaa pak..”

Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ada pengibaran bendera? Dan dimana mereka? Oh, rupanya sedang ada upacara menyambut hari jadi Indonesia yang 69 di sekolah-sekolah negeri, salah satunya di sekolah menengah atas yang sedang kita bicarakan ini. Bukan hanya upacara saja yang diadakan tetapi sekolah ini juga mengadakan lomba-lomba seperti lomba makan kerupuk, panjat pinang, kaki 3, tarik tambang, dan lain sebagainya. Seharusnya kegiatan seperti ini akan menarik, tapi sepertinya tidak bagi para murid di sini. Well, alasannya sangat jelas yaitu karena pihak sekolah telah merenggut satu-satunya hari libur mereka. Yang paling menunjukkan ketidak-sukaannya pada acara ini adalah 3 orang siswa yang terkenal bandel di sekolah mereka. Mereka adalah Dirga, Jaya, dan Dika. Sebut saja mereka “The Ga Jadi”. Selain itu adalah singkatan dari nama mereka, “ga jadi” juga sering mereka ucapkan sehingga voila, terciptalah nama itu. Seperti kisah di bawah ini contohnya.

“Cuy, cuy.” Kata Jaya.
“Ape cuy?” sahut Dika.
“Gimana kalau kita sabotase perlombaan yang ada di sini? Biar cepet pulang.” Lanjut Jaya.
“Nyabotase gimana maksud lo?” Tanya Dirga tidak paham dengan jalan pikiran sobatnya, Jaya.
“Ya… sabotase.” Sepertinya Jaya bingung mau bertindak seperti apa.
“Aha! Aku punya ide!” kata Dika tiba-tiba dengan suara yang diimut-imutin dan pose seperti anak alay, terkesan jijik.
“Apaan sih lo! Jangan gitu napa! Mau muntah gue!” Dirga menyuaran keluhannya akan sifat sobatnya.
“Muntah mah muntah aja. Kagak usah lapor-lapor gue.” Kata Dika enteng.
“Emang lo punya ide apaan? Tumben lo bisa mikir.” Kata Jaya.
“Sialan lo! Jadi gini ide gue adalah…..” Dika memberi jeda pada kalimatnya agar terkesan misterius.
“Adalah?” Tanya Dirga yang sepertinya amat teramat sangat penasaran.
“Adalah…” Dika mengulang kata yang terakhir ia ucapkan tadi. Sekali lagi, agar terkesan misterius katanya.
“Adalah apa b**o (disensor demi kepentingan umum)?!” kata Jaya yang langsung menempeleng kepala Dika, saking emosinya katanya.
“Anjir lo! Gak usah nempeleng pala gue juga g****k (disensor demi kepentingan umum)!” kata Dika tidak terima. Perang terjadi antara Dika dengan Jaya. Tapi karna Dirga juga sohib mereka jadilah Dirga ikut-ikutan perang dunia kesekian ini. Dan berhubung gue males nyeritain gimana perang mereka terjadi, jadi gue skip aja. Anggap aja perang tersebut tidak pernah ada.
“Apa yang terjadi barusan?” Tanya Dirga yang tidak mengerti kenapa mereka bisa bonyok-bonyok begitu.
“Aku tidak tau. Aku tidak mengingat apapun.” Kata Dika dramatis.
“B***h (disensor demi kepentingan umum)! Tadi ceritanya di skip gara-gara si author males nulis.” Kata Jaya emosi gegara temen-temennya yang kelewat drama.
“Oooooooooooooooooohhhhhhhhhhhhhhhhh……………….” Cuma  ‘oh’ –kelewat –panjang sebagai jawaban.
“Jadi ide lo tadi apa?” Tanya Dirga, back to the naskah katanya.
“Jadi gini, itu kan entar ada lomba makan kerupuk, gimana kalo entar kita ganti kerupuknya pake yang alot. Terus lomba panjat pinang kita ganti minyaknya pake lem biar lengket. Entar minyaknya kita tuang di lapangan biar yang lomba kaki tiga pada kepeleset semua. Gimana?” usul Dika.
“Terus yang tarik tambang?” Tanya Jaya.
“Yang itu biarin aja dah.” Kata Dirga.
“Oke! Berarti kita kudu nyari kerupuk alot dulu. Sama lem.” Kata Jaya.
“Ya udah, kita pinjem motor guru aja.” Usul Dirga
“Setuju!” sahut keduanya berbarengan.
Nih ceritanya the ga jadi lagi muter-muter sekolah buat nyari guru yang bisa dipinjemin motornya. Kenapa minjem? kan biasanya anak sma dah pada bawa motor sendiri. Soalnya, mereka ini tipe penerus bangsa anti polusi, jadi mereka gak pernah make kendaraan bermotor soalnya gak mau buat polusi tambah banyak. Wedeh…, hebat, hebat. Loh, terus kenapa minjem motor?
“Kepepet om.” Kata the ga jadi dengan tampang polos. Heleh alesan -_-
“Nah! Itu dia! Pak Jojon!” panggil Jaya. [Gue: gak enak banget namanya -_-|Jaya: kan lo yang buat -_-|Gue: oh iya :D]
“Ya? Ada apa?” Tanya pak Jojon.
“Pinjem motor dong pak.” Kata Dirga. Pak jojon menatap the ga jadi dengan intens [Gue: Ciye…, kayaknya mulai ada rasa neh :v |Pak jojon: bukan intens begitu |Gue: lah terus?|Pak Jojon: gue heran aja, kan biasanya mereka jalan kaki |Gue: gerakan perubahan pak ._.]
“Buat apa?” Tanya pak Jojon.
“Mau beol pak.” Kata Dika pasang muka bĂȘte.
“Udah lah pinjem aja. Entar juga bapak tau kok!” kata Jaya.
“Ya udah nih. Sekalian isiin bensinnya ya.” Kata pak Jojon.
“Duit?” kata Dirga. [Gue: matre lo!| Dirga: lah? Itu kan motor dia, masa duit bensin dari kita =_=]
“Talangin dulu lah. I’m flat broke, neh!” kata pak Jojon.
“Apaan tuh pak?” Tanya Dika. Maklum dia gak paham bahasa inggris.
“Bokek. Makanya gaul dong.” Kata pak Jojon pamer. [Gue: hett, itu tau dari gue juga -_-|Pak Jojon: udah diem aja]
“Ya udahlah. Cabut dulu ya pak!” pamit the ga jadi.
SEKIP TAIM
“Oke, bahan-bahan udah ngumpul semua nih! Sekarang tinggal kita jalanin misinya.” Kata Jaya serius.
“Tapi kayaknya ga usah aja deh.” Kata Dika ragu.
“Loh, kenpa dik? Kan ini ide lo.” Kata Dirga heran.
“Ya, gimana ya? Sekarang kan lagi agustusan, memperingati hari kemerdekaan negara kita. Kayaknya gak enak aja gitu kalo kita ngerusak pesta ultah negara sendiri. Kesannya gimana… gitu.” Jelas Dika panjang dikali lebar dikali tinggi sama dengan rumus volume balok.
“Iya juga sih ya.” Kata Dirga setuju.
“Iya gue tau ini lagu memperingatin ultahnya Indonesia, tapi misi tetep misi coy!” kata Jaya bersikeras untuk melaksanakan misi tersebut.
“Udah deh, buat kali ini gak usah aja. Kasian gue ma Indonesia kalo pesta di ganggu. Apalagi ini kan ultahnya yang ke 69, udeh tue, kasian.” Kata Dirga.
“Iya ya. Lah, terus ini gimana dong?” Tanya Jaya sambil nunjuk barang-barang yang udah dibeli.
“Loakin aja dah.” Kata Dika.
“Ya udah deh.” Kata Jaya pasrah.
“Semangat dong! Demi Indonesia nih!” kata Dirga dengan semangat ’45.
Dan pada akhirnya rencana the ga jadi pun ga jadi gara-gara mereka masih mencintai Indonesia dan ga  mau ngerusak momen bahagianya Indonesia.
“Happy Independence Day!” –Jaya
“HUT RI 69!” –Dika
“DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA!” –Dirga 
.
.
.
Hola. Berhubung sekarang tanggal 17 Agustus jadi ya gini deh. Oh ya, 'the ga jadi' ini bakal jadi cerbung ketiga gue. Cerbung ini terinspirasi dari idola gue, jadi nanti cerbung ini bakal ngemuat cerita2 ttg kehidupan sehari-hari kita yang dibuat jadi komedi gitu. Tapi sorry ya kalo jelek, untuk genre komedi masih awal2 sh jd masih rada bingung mau kayak gimana. Tapi next bakal gue tingkatin kok. Oh dan buat 'kilanait' tenang aja itu masih diterusin kok. Masih OTW.

Anime Review : Kampfer

Kampfer Review

Anime Review : Kampfer (12 Episode)

Anime Review : Kampfer

Anime Review : KampferKampfer (2009). Ok, pertama, jangan pernah nonton anime ini kalo kamu pecinta hubungan normal. Karena Kampfer ini ceritanya banyak lesbian  yang terkumpul di dalam 1 anime. Garis besar ceritanya sebenarnya jelas, tapi ending yang ngambang-ngambang bikin gua bingung, malahan sampai nggak sadar kalo episode 13-15 itu sudah OVA. Nggak ada ending yang jelas dan terang menyatakan kalau garis besar cerita sudah selesai di sana. Untuk anime ecchi, fanservicenya lumayan OK, walaupun lesbian juga, tapi itu tetap terhitung sebagai fanservice, walaupun jurus lesbiannya Kampfer tetap dan masih belum bisa menyentuh ekornya Highschool DxD. Overall rating dari Intion ke Kampfer, 3.0/4 Thumbs. Ending yang nggak jelas, dan cerita lesbian yang terlalu berlebihan merusak rating dari Intion. Tapi fanservice dan hubungan normal yang terselip berhasil mendongkrak rating Kampfer dari Intion. Review lebih lanjut di Character Review.

Character Review

Natsuru Seno, awalnya laki-laki, suka sama cewek lesbian. Kemudian karena suatu keajaiban dia jadi
Anime Review : Kampfer
Kampfer, yang mana Kampfer itu haruslah seorang perempuan. Jadilah dia bangun pagi dengan oppai, rambut, dan suara berubah. Petualangan Natsuru jadi cewok yang disukain cewek lesbian pun bermula. Untuk power, kayaknya nggak ada bagus-bagusnya, kekuatannya standar saja, kuat nggak terlalu, lemah juga nggak terlalu. Tapi fanservice dari Natsuru versi Kampfernya memang OK, dan bisa mendongkrak score untuk tokoh ini. Score Intion untuk Natsuru Seno : A-.








Kaede Sakura, inilah perempuan lesbian yang sejak tadi dibicarakan. Dia di kontrol oleh para Moderator,
Anime Review : Kampfer
sehingga harus bisa sedekat mungkin dengan Natsuru Senou, karena dia lesbian, jadilah dia bercinta dengan karakter utama. Okelah kalau dia mau dibilang cantik, sexy jelas, tapi sayang sekali kecantikannya itu jadi sia-sia karena dia lesbian. Dia juga lumayan kuat, walaupun entah dia ini protagonis atau antagonis. Score untuk Kaede Sakura : B.

Anime Review : KampferAkane Mishima, teman baiknya Natsuru, beruntung dia nggak lesbian, jadi paling nggak Natsuru versi laki-laki nya bisa ada yang suka. Pake kacamata, culun, tapi kalau berubah jadi Kampfer, 180 derajat berubah. Akane versi Kampfernya, bengis, galak, sadis, jahat, kejam, dsbg. Karakter satu ini sebenarnya menarik, karena perubahan sifat yang drastis begitu berubah menjadi Kampfer. Tapi fanservice dari Akane terhitung lebih sedikit, dan dengan penampilan yang super kuno begitu, yaa...
Score untuk Akane Mishima : B.





Anime Review : Kampfer
Shizuku Sango, ini karakter favorit gua di sepanjang season. Kenapa? cantik jelas, sexy iya, NORMAL lagi. Nggak seperti karakter betina lainnya, dia nggak jatuh hati sama Natsuru versi Kampfernya. Dia lebih suka sama Natsuru versi laki-laki. Kuat ya lumayan, fanservice ya lumayan lah, secara dia digambarkan sebagai karakter yang sudah berfikiran dewasa, dan bijaksana. Score untuk Shizuku Sango : A.

Anime Review : KampferMikoto Kondo, Ok, cewek ini tomboy, dan gua kurang suka cewek tomboy. Jadi cewek satu ini teman masa kecilnya Natsuru juga. nggak banyak yang diterangkan dalam animenya dari karakter ini, jadi nggak banyak juga yang bisa dikomen. Score untuk Mikoto Kondo : B.