Monday, June 30, 2014

Game Review : Deadpool the Game

Deadpool

Game Review : Deadpool

Game Review : Deadpool the Game

Mungkin gila bikin postingan jam 11 malam, tapi gua baru selesai main DEADPOOL, dan This is how AWESOME looks like! Deadpool (2013), sudah lama di nanti, akhirnya kesampaian juga mainin ini game. Dan nggak sia-sia penantian selama ini. Deadpool, super hero konyol tapi jenius, gua baru pertama ini juga kenal sama Deadpool dan kawan-kawannya. Game ini benar-benar menghibur dengan
Game Review : Deadpool the Game
berbagai aksi lucu dan AWESOME-nya. Storyline yang asik, tapi mungkin kurang jelas karena "player" di sini juga seolah salah satu tokoh dalam game. Deadpool sendiri tau kalau dia lagi di dalam game, dan sedang dimainkan sama player. Ada bintang tamunya juga! Teman-teman dari X-Men, Wolverine, Rogue, Domino, Psylocke, dan Cable. Gameplay mantap dengan berbgai macam combo, dan kecepatan Deadpool yang luar biasa. Walaupun gamenya rada susah, tapi asik kalau sudah terbiasa dengan kerumunan musuh yang nggak sabaran minta di hajar. Deadpool punya 3 senjata melee yang bisa di beli dan upgrade, 4 jenis pistol yang juga bisa dibeli dan upgrade, dan 4 jenis throwing
Game Review : Deadpool the Game
item seperti ranjau dan granat. Soal uang, nggak perlu khawatir, karena setiap Deadpool mati, dan respawn, koin-koin (DP) yang tadinya sudah diambil juga respawn, tetapi DP yang sudah dimiliki tidak berkurang. Termasuk kalau baru mau continue campaign dari last checkpoint, DP-DP itu respawn lagi. Game ini nggak cocok dimainkan anak-anak, mungkin label untuk 16+, karena banyak unsur "berbau"nya. Anyway, penilaian Intion untuk Deadpool the Game :
Graphic Quality : 3.5/4 Thumbs (Game 2013 bro, udah modern)
Storyline : 4/4 Thumbs (ceritanya AWESOME)
Gameplay : 4/4 Thumbs (AWESOME)
Overall : 3.8/4 Thumbs (AWESOME!!!!!!!!!!!!!!!!!!!)

Game Review : Deadpool the Game

Mau main? Cek SR

Friday, June 27, 2014

Killing God

Virtual Novel : Killing God

Killing God BAB 1 : Rise and Shine

Bel pulang berbunyi, gerbang sekolah dibuka, dan puluhan sepeda motor berdesakkan keluar melewati gerbang.
“kamu dijemput atau mau aku antar pulang?” tanya Felix.
“aku dijemput, tapi tunggu sampai om ku datang, baru kamu boleh pulang” jawab Anggie yang tengah mengenakkan sepatunya.
“yasudah aku tunggu” Felix duduk di samping Anggie.
“hoy, ayo pulang” ajak Zaky yang baru saja melangkah keluar pintu kelas membawa helmnya.
“nanti, gua tunggu Anggie dijemput” kata Felix.
“ooh, yaudah kalau begitu gua duluan” Zaky mengenakkan helmnya dan menaiki motornya.
“ya, hati-hati”
Perlahan-lahan, sekolah makin sepi. Motor –motor yang tadinya berdesakkan keluar kini sudah tidak ada, menyisakan beberapa siswa yang masih menunggu dijemput. Termasuk Anggie dan Felix yang kini tinggal berdua saja. Mereka duduk di depan kelas, sesekali Anggie melihat ke gerbang sekolah, untuk memastikan apakah ia sudah dijemput.
“hey,” ucap Anggie.
“apa?” jawab Felix ketus.
Anggie menatap mata Felix.
“kamu kenapa?” tanya nya.
“aku mengantuk, tadi kamu ganggu tidurku” jawab Felix.
“maaf, habisnya kamu tidur di tengah pelajaran, itu kan tidak baik”
“iya aku tau..” Felix bersandar ke dinding kelasnya.
Angin berhembus menerbangkan beberapa sampah plastik di lapangan yang sudah kosong. Tinggal beberapa siswa yang masih menunggu dijemput di gerbang. Dan beberapa yang masih asik berkumpul bersama teman-temannya di sekitar lapangan.
Felix dan Anggie duduk berdua menghadap lapangan. Felix memejamkan matanya sambil bersandar pada dinding kelas. Sementara Anggie sesekali melihat ke gerbang depan.
“sudah dijemput belum?” tanya Felix masih dengan mata terpejam.
“belum, kamu kalau mau pulang, ya pulang saja” jawab Anggie.
“kamu fikir aku akan membiarkan kamu digerogoti kucing liar?” tanya Felix lagi. Kali ini ia duduk tegak dan tampak serius.
“maksudnya?” Anggie balik bertanya.
“tidak, tidak ada apa-apa” Felix mengelak.
“serius?”
“iya, tuh, kamu sudah dijemput, aku pulang ya” Felix berdiri, mengambil helmnya dan berjalan menuju tempat motornya diparkirkan.


Anggie memperhatikan Felix hingga motornya tidak lagi terlihat dari gerbang. Tanpa sadar, om nya sudah menunggu di depannya.
“hoy, Anggie, mau pulang tidak? Kok diam saja” tanya nya.
“oh, iya, ayo om..” Anggie mengambil tasnya.
Di perjalanan pulang, Anggie terus memikirkan tentang Felix. Entah apa yang hinggap di pikirannya sehingga ia terus memikirkan Felix.
Sampai di rumah pun, ia masih tetap memikirkan Felix. Anggie masuk ke kamarnya, meletakkan ransel nya dan berbaring di tempat tidur.
“beep.. beep..” handphone Anggie berdering di kantong seragamnya. Ia mengambilnya dan menjawab panggilan tersebut.
“halo” ucapnya seraya mendekatkan handphonenya ke telinga.
“hai, kamu sudah pulang?” tanya seseorang di telefon.
“iya, sudah, kamu sendiri sudah sampai rumah?”Anggie balik bertanya.
“belum, aku ada sedikit urusan”
“ooh, baiklah kalau begitu, cepat selesaikan, lalu pulang”
“iya, sudah makan?” tanya laki-laki di telefon.
“belum” jawab Anggie singkat.
“makan sana, lalu mandi”
“nanti, aku masih capek”
“hmph, yasudah kalau begitu, sampai nanti” laki-laki itu menutup telefon.
“sampai nanti..” jawab Anggie
Tatapan Anggie tertuju pada boneka beruang besar yang diletakkan di lemari boneka di kamarnya. Boneka itu merupakan pemberian Felix sebagai hadiah ulang tahunnya.
“sayang...” ucap Anggie seraya meletakkan handphonenya di tempat tidur.
Tiba-tiba terdengar ketukkan di pintu kamarnya. Suara ketukkan itu menyadarkan Anggie dari lamunannya. Ia bergegas membukakan pintu.
“Anggie, kamu sudah makan belum?” tanya seorang wanita yang tampak berumur 30-an.
“belum tante, aku masih capek” jawab Anggie.
“yasudah kalau begitu istirahat dulu, nanti makan ya, tante buat spaghetti kesukaan kamu tuh” wanita itu meninggalkan Anggie di pintu kamarnya.
“iya tante..” jawab Anggie sambil menutup pintu kamarnya.
Anggie kembali duduk di tepi tempat tidurnya. Perlahan-lahan ia melepas satu per satu kancing baju seragamnya. Ia melepas seragamnya dan menggantungkannya di dalam lemari. Ia mengambil kaos berwarna biru muda dari lemarinya, dan meletakkannya di tempat tidur. Anggie melepas kaos yang tengah ia kenakkan, dan ganti mengenakkan kaos biru muda yang diambilnya. Ia membiarkan rok seragamnya, karena itu hari kamis. Hari terakhir menggunakan seragam almamater.
Anggie keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju dapur, dan mendekati meja besar dengan tudung saji di atasnya. Ia membuka tudung saji, dan melihat berbagai macam makanan yang dihidangkan di sana. Pandangan  Anggie tertuju pada spaghetti yang dituangi saus berwarna oranye kemerah-merahan, dengan beberapa potongan daging ditaburi di atasnya. Anggie mengambil spaghetti itu dan segera melahapnya.
“makan sendirian Nggie?” tanya om Alex, yang merupakan adik dari ayah Anggie.
“eh, iya om, mari makan” jawab Anggie seraya mengajak om nya makan bersama.
“haha, om sudah makan tadi, kamu habiskan saja spaghettinya ya” ujar om Alex.
“iya, makasih om” Anggie menyuapkan spaghetti ke mulutnya.
“nanti kalau sudah selesai makan, mandi ya, biar wangi” om Alex menepuk kepala Anggie dengan halus.
“iya om” jawab Anggie.
Om Alex pergi meninggalkan Anggie yang masih menikmati spaghettinya.
Selesai menikmati spaghetti, Anggie berbaring di kamarnya. Ia membiarkan pintu kamarnya terbuka sedikit.
“hei, kok belum mandi?” tanya om Alex yang  melihat Anggie berbaring di tempat tidur.
“eh, iya om, sebentar” jawab Anggie.
“kenapa sih? sepertinya dari tadi kamu ada masalah” om Alex membuka pintu kamar Anggie lebih lebar.
“tidak ada apa-apa om” Anggie bangkit dari tempat tidurnya.
“yang benar? Kalau begitu yang semangat dong”
“iya om,” jawab Anggie.
“kalau ada apa-apa, bilang saja ya” om Alex meninggalkan Anggie di kamarnya.
“ya..” ucap Anggie selepas om Alex pergi.
Anggie berdiri terdiam selama beberapa menit di kamarnya.
“hoy, kok diam saja?” seorang perempuan masuk ke kamar Anggie, wajah mereka identik.
“eh, nggak mba Nadia” pertanyaan Nadia menyadarkan Anggun dari lamunannya.
“yang benar? Lagi galau ya?” taya Nadia lagi.
“nggak kok, aku mau mandi dulu ya” Anggie meraih handuknya, dan mengambil satu stel pakaian yang ia letakkan di tempat tidurnya.
“hah? Kok aku datang kamu malah pergi” Nadia terheran melihat Anggie berlari keluar kamar.

...

Wednesday, June 4, 2014

Killing God

Virtual Novel : Killing God

Killing God BAB 1 : Rise and Shine

“hah? Saya bu..??” Felix setengah berteriak di dalam perpustakaan. Namun begitu menyadari sekelilingnya, ia kembali mengecilkan volume suaranya.
“saya tidak bisa bu, kan masih banyak yang lain yang lebih pintar..” ujar Felix
“ibu sudah analisa, yang lain sudah direkrut pelajaran lain, jadi tinggal kamu berdua yang bisa ikut mewakili dari kelas A”
“yah, tapi saya kan tidak begitu bagus dalam sains..”
“sudah tidak apa-apa, makanya kita sama-sama belajar untuk mempersiapkan diri”
“yaah, yasudah apa boleh buat..” ujar Felix kecewa.
Felix keluar dari perpustakaan dengan perasaan kecewa. Tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarnya, ia berjalan menuju kelasnya.
Sampai di depan pintu kelas, tiba-tiba bel istirahat berbunyi. Felix membuka pintu, dan beberapa temannya berdiri di hadapannya, hendak keluar menuju kantin.
“gimana?” tanya Zaky melihat Felix berdiri di depan kelas dengan wajah murung.
“ya nggak gimana-gimana” jawab Felix.
“mau ikut ke kantin nggak?” tanya Zaky lagi sembari melangkah keluar kelas menyusul teman-temannya yang lain yang sudah lebih dulu berjalan ke kantin.
“nanti, lu duluan aja”
“ok” Zaky meninggalkan Felix.
Felix duduk di bangkunya dengan wajah yang masih murung dan perasaan kecewa.
Melihat pacarnya yang tidak seperti biasanya, Anggie mendekati Felix, dan duduk disebelahnya.
“kenapa wajahmu sedih begitu?” tanya Anggie.
“nggak apa-apa sih..” jawab Felix.
“jujurlah…” ucap Anggie mengetahui Felix tengah berbohong.
“aku nggak diizinkan mengundurkan diri” ujar Felix.
“ooh, sains?”
“iya..”
“baguslah, aku akan menyemangatimu”
“bagus? Aku tidak pernah berharap untuk ikut berpartisipasi dalam hal ini” ujar Felix dengan nada suara meninggi.
“tapi kan paling tidak kamu bisa membuat orang tuamu bangga, walaupun tidak menang” Anggie mencoba menenangkan Felix.
“fuuuh… yasudahlah..” Felix menarik nafas panjang dan membenturkan kepalanya ke meja.
“hei, jangan begitu ah!” seru Anggie.
“tidak, tidak apa-apa, bangunkan aku kalau sudah hari kiamat..”
“jangan bicara begitu!” Anggie mulai kesal.
“…..” Felix tidak menjawab apa-apa lagi, ia tertidur.


“hoy, bangun, sudah bel masuk” suara Zaky terdengar samar-samar. Felix membuka matanya perlahan, dan memperhatikan sekelilingnya.
“kok bisa lu tidur di sekolah?” tanya Zaky begitu Felix sepenuhnya bangun dari mimpi.
“nggak tau..” Felix kembali membenamkan kepalanya dibalik lipatan tangannya di meja begitu menyadari belum ada guru yang masuk.
“pelajaran apa sekarang?” tanya Felix.
“matematika” jawab Zaky.
“sial, guru killer itu” ucap Felix.
“yah sudahlah, nikmati saja” kata Zaky santai.
“mana bisa dinikmati”
“kalau lu berfikir soal keputusasaan terus, mana bisa menikmati hidup”
“yah, hidup gua penuh keputusasaan, mau gimana lagi” Felix mengangkat kepalanya dan meregangkan tubuhnya selayaknya orang yang baru bangun dari tidur.
“ya baguslah kalau begitu” ucap Zaky. 
Tak lama, terdengar suara ketukkan di pintu kelas.
“permisi” ucap seseorang dari luar.
“masuk” jawab beberapa siswa dari dalam dengan serempak.
Pintu dibuka, terlihat 2 orang siswi dari kelas sebelah melangkah masuk. Tidak lebih dari 1 langkah dari pintu, mereka segan untuk masuk lebih dalam.
“ada apa?” tanya ketua kelas A sembari berjalan menghampiri mereka.
“ini, Pak Jhonny nggak bisa masuk, ada tugas” jawab salah satunya.
“yes!” ucap Felix mendengar kabar tersebut.
“ooh, iya makasih” balas ketua kelas.
“iya..” mereka melangkah keluar dan menutup pintu.
Setelah kedua orang itu pergi, ketua kelas berbalik dan melangkah ke depan papan tulis.
“hey, ada tugas dari Pak Jhonny, kerjakan latihan 5.6 di halaman 21!” seru ketua kelas.
“ditulis saja di papan tulis” sahut seseorang.
“yasudah, Rena tolong tuliskan di papan tulis” ketua kelas meletakkan kertas catatan itu di atas meja guru. Rena mengambilnya dan mulai menulis di papan tulis.
“yah, dia nggak masuk tapi masih meninggalkan tugas” kata Zaky.
“setidaknya ini lebih baik daripada dia masuk dan member tugas” sahut Felix.
“sudahlah, ayo kerjakan tugasnya” Zaky mengeluarkan buku cetak dan buku tulisnya.
“lu yang kerjakan, nanti gua liat. Gua mau tidur lagi. Tadi lu ganggu tidur gua” Felix membenamkan kepalanya kembali.
“haah, dasar pemalas..” Zaky meletakkan bukunya, dan memperhatikan Felix yang tengah tertidur.
“oh ya!” serunya ketika sebuah ide melintas di pikirannya.
Zaky bangkit dari tempat duduknya, dan menghampiri Anggie yang tengah mengerjakan tugas yang baru saja diberikan.
“Anggie, bisa minta tolong?” tanya nya.
“minta tolong apa?” tanya Anggi balik.
“tolong bangunkan cowok lu, dia nggak mau mengerjakan tugas” ujar Zaky.
“aduh, dasar pemalas..” Anggie meletakkan pena nya, dan menghampiri Felix yang tengah tertidur.
“bangun Felix, kerjakan tugas!” seru Anggie sembari menjambak rambut Felix.
“aaahh.. aduduh… iya-iya aku kerjakan..” Felix meringis kesakitan.
“sini kerjakan bersamaku, biar kamu nggak tidur lagi” Anggie menarik lengan Felix ke tempat duduknya.
“haah.. dasar KDRT..” Zaky menggelengkan kepala melihat kejadian itu.